THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 02 November 2011

Menyelami Makna Idhul adha

بسم الله الرحمن الرحيم

OLEH

ZEZEN ZAENAL MURSALIN, LC

KHUTBAH PERTAMA:

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر كبيرًا، والحمد لله كثيرًا وسبحان الله بكرة وأصيلاً، الله أكبر الله أكبر ولله الحمد.
الْحَمْدُ للَّهِ الَّذِى خَلَقَ السَّمَاواتِ وَالأرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ثْمَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ بِرَبّهِمْ يَعْدِلُونَ [الأنعام:1].
الْحَمْدُ للَّهِ فَاطِرِ السَّمَاواتِ وَالأرْضِ جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلاً أُوْلِى أَجْنِحَةٍ مَّثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ يَزِيدُ فِى الْخَلْقِ مَا يَشَاء إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلّ شَىْء قَدِيرٌ [فاطر:1].
الحمد لله الذي كان بعباده خبيراً بصيراً، وتبارك الذي جعل في السماء بروجاً وجعل فيها سراجاً وقمراً منيراً، وهو الذي جعل الليل والنهار خلفة لمن أراد أن يذكّر أو أراد شكوراً.
وتبارك الذي نزّل الفرقان على عبده ليكون للعالمين نذيراً، الذي له ملك السموات والأرض ولم يتخذ ولداً، ولم يكن له شريك في الملك، وخلق كل شيء فقدّره تقديراً. أما بعد:
فإن أصدق الحديث كتاب الله، وأحسن الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها، وكل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار.
Ma’asyirul Muslimin yang dimulyakan Allah, bertaqwalah kepada Allah Y, dan ingatlah bahwa hari ini adalah hari yang paling mulia di sisi-Nya sebagaimana hal itu disabdakan oleh Rosulullah r dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud di dalam sunannya yang dishahihkan oleh Al Albani Rahimahullah:
أَعْظَمُ الأَيَامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ النَّحْرِ
“Sebaik-baik hari di sisi Allah adalah hari penyembelihan (‘Iedul Adha).”
Oleh sebab itu, tempuhlah seluruh jalan yang dapat menghantarkan kita kepada kebaikan dan berlomba-lombalah di dalam kebajikan. Allah berfirman:
وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً [الكهف:46].
“tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al Kahfi 46)
Pada hari Iedul Adha seperti ini, Rosulullah r berkhutbah di Mina pada waktu haji Wada’ dengan sabdanya:
أَلاَ تَدْرُوْنَ أَيُّ يَوْمٍ هَذَا؟، قَالُوا: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، فَقَالَ: أَلَيْسَ يَوْمُ النَّحْرِ، ثُمَّ قَالَ: أَيُّ بَلَدٍ هَذَا، أَلَيْسَتْ بِالْبَلْدَةِ الْحَرَامِ، ثُمَّ قَالَ: فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ وَأَبْشَارَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، آلاَ هَلْ بَلَّغْتُ، فَقَالُوا: نَعَمْ، قَالَ: الَّلهُمَّ اشْهَدْ، فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الغَائِبَ ثُمَّ قَالَ: لاَ تَرْجِعُوْا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضَكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
Apakah kalian tahu, hari apakah ini ? para sahabat menjawab: Allah dan RosulNya yang lebih mengetahui. Beliau bersabda: “Bukankah ini Yaumun Nahr (hari penyembelihan) ?, kemudian beliau bersabda: “Apakah kalian tahu, Negeri apakah ini? Bukankah di Negeri Haram? Kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian, kulit-kulit kalian atas kalian adalah haram bagaikan haramnya hari kalian ini, di bulan kalian ini dan di Negeri kalian ini, ketahuilah, bukankah Aku telah menyampaikannya ?” maka para sahabat menjawab: “ Ya.” Beliau bersabda: “Ya Allah saksikanlah, maka hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang tidak hadir.” Kemudian beliau bersabda: “Janganlah kalian kembali (kepada kekafiran) setelahku sehingga sebagian kalian memerangi sebagian yang lain.” (HR. BUkhari).
Dan di dalam khutbahnya ini juga beliau bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ وَصُوْمُوا شَهْرَكُمْ وَأَدُّوا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ وَأَطِيْعُوا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنّةَ ربِّكُمْ
“Wahai manusia, bertaqwalah kepada Robb kalian, dirikanlah shalat lima waktu kalian, laksanakanlah shaum ramadhan kalian, tunaikanlah zakat harta kalian, dan taatilah pemerintah kalian, maka kalian akan masuk ke dalam surga Robb kalian.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al Hakim dengan sanad yang shahih).
Dan di dalam khutbahnya ini pula Rosulullah bersabda:
أَلاَ لاَ يَجْنِي جَانٍ إِلاَّ عَلَى نَفْسِهِ، أَلاَ لاَ يَجْنِي جَانٍ عَلَى وَلَدِهِ، وَلاَ مَوْلُوْدٌ عَلَى وَالِدِهِ، أَلاَ وَإنَّ الشَّيْطاَنَ قَدْ أَيِسَ مِنْ أَنْ يُعْبَدَ فِي بِلاَدِكُمْ هَذِهِ أَبَداً، وَلَكِنْ سَتَكُوْنُ لَهُ طَاعَةٌ فِيْمَا تَحْتَقِرُوْنَ مِنْ أَعْمَالِكُمْ، فَسَيَرْضَى بِهِ
Ketahuilah, sesungguhnya tidak berbuat jahat seseorang itu kecuali atas dirinya sendiri, ketahuilah seorang penjahat tidak berbuat jahat kepada anaknya dan tidak pula seorang anak kepada bapaknya. Ketahuilah sesungguhnya setan telah berputus asa untuk diibadahi di Negeri kalian ini selama-lamanya, akan tetapi akan terjadi ketaatan kepadanya dalam perkara yang kalian remehkan dari perbuatan kalian, sehingga diapun akan merasa rela dengannya.” (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
الله أكبر، الله أكبر، لا إلهَ إلاّ الله، والله أَكبر، الله أَكبر، ولله الحَمد.
Ma’asyirul Muslimin yang berbahagia
‘Iedul Adha adalah syi’ar Islam yang sangat nampak dan agung, di dalamnya terkandung makna dan pelajaran yang sangat luhur. Makna pertama yang paling agung di dalamnya adalah Untuk meralisasikan makna Keikhlasan dan Pentauhidan Allah Subhanahu Wata’ala; yaitu mentauhidkanNya dalam segala bentuk ibadah semata-mata karena Allah dan tiada sekutu bagiNya, mentauhidkan Allah di dalam do’a, tawakkal, rasa harap, rasa takut, meminta pertolongan, nadzar dan mentauhidkan Allah dalam penyembelihan. Tauhid adalah landasan utama Islam yang dibangun di atasnya seluruh hukum syari’ah, yaitu merealisasikan makna Laa ilaaha illallaah yang artinya: Tiada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah. Allah berfirman:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ [الفاتحة:4]
“Hanya kepadaMu-lah kami beribadah dan hanya kepadaMu-lah kami meminta pertolongan.”
Satu ayat yang senantiasa kita baca dalam setiap roka’at shalat kita, terkandung di dalamnya makna ini.
Tauhid adalah Perkara yang sangat agung, dengan merealisasikannya manusia akan masuk ke dalam surga dan dengan mengabaikannya akan masuk ke dalam neraka. Oleh sebab itu, berpegang teguhlah kepada landasan utama ini karena ia merupakan “Al Urwatul Wutsqa” atau tali buhul yang amat kuat, yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an, sehingga tidak ada satu suratpun kecuali terkandung makna tauhid di dalamnya.
Tauhid adalah Inti ajaran pada Nabi dan Rosul, sehingga tidak ada seorang Rosulpun yang diutus kecuali untuk menegakkan pondasi ini.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ [النحل 36]
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut…” (QS. An –Nahl 36)
Oleh sebab itulah, jauhilah segala bentuk kemusyikan yang dapat membatalkan tauhid dan menghapuskan amal yang banyak dilakukan oleh sebagian menusia seperti berdo’a kepada para nabi dan orang shaleh, menyembelih untuk selain Allah, pergi ke dukun dan para normal dsb, karena itu semua adalah syirik akbar yang telah diharamkan oleh Allah dan rosulNya. Allah berfirman:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلاَ تَدْعُواْ مَعَ اللَّهِ أَحَدًا [الجن:18]
Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al Jin 18)
Dan berfirman :
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ [المائدة:72]
” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al Maidah 72)
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ [لقمان:13]
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman 13)
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا [النساء:48]
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa’ 48)
Oleh sebab itu, bersihkanlah tauhid dan hindarilah Syirik.
الله أكبر، الله أكبر، لا إلهَ إلاّ الله، والله أَكبر، الله أَكبر، ولله الحَمد.

Kaum muslimin yang berbahagia….
Makna kedua yang terkandung dalam hari raya ‘Ied adalah merealisasikan Al Mutaba’ah dan arti syahadat Muhammadur Rosuulullah, yaitu dengan mengikuti dan bersuri tauladan kepada beliau pada hari ini. Karena makna kesaksian bahwa Muhammad itu utusan Allah berarti membenarkan informasi yang dibawanya, mentaati perintahnya, menjauhi larangannya, dan tidak beribadah kecuali dengan apa yang telah disyari’atkannya. Allah berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمْ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ [آل عمران:31].
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran 31)
Dan beliaupun bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) ini yang tidak dilandasi dengan perintah dari kami, maka amalannya tertolak.” (HR. Muttafaqun ‘Alihi).
Yang ketiga, di antara hikmah pensyari’atan shalat ‘Ied dan berkumpulnya kaum muslimin di tempat seperti ini adalah untuk mengokohkan “Wihdatul Ummah”; persatuan dan kesatuan kaum muslimin serta menghilangkan kedengkian dan kesenjangan sosial di antara mereka. Maka sebagaimana mereka mampu untuk berkumpul untuk merayakan hari yang mulia ini di seluruh pelosok dunia dan mereka tidak bercerai-berai dan berselisih di dalamnya, maka demikian pula mereka mampu untuk bersatu dalam menegakkan Islam dengan tanpa harus berpecah belah dan bertikai, mereka bisa untuk meninggalkan ego dan fanatisme golongan dan kesukuan, sehingga bagaikan satu bangunan yang kokoh yang saling menopang satu sama lainnya, bergandeng tangan dalam menyebarkan kebaikan dan menolak keburukan, Robb kita satu, Nabi kita satu, agama kita satu, dan hari yang kita rayakanpun sama. Maka sebagaimana Islam telah menyatukan kaum muslimin di satu tempat untuk melaksanakan shalat ‘Ied, maka Islampun mampu untuk menyatukan mereka di atas kebenaran, menyatukan hati mereka di atas taqwa, dan tidak ada yang memisahkan mereka kecuali hawa nafsu yang keji. Kasih sayang dan berkerja sama di atas kebenaran dan ketaqwaan adalah sifat dan perangai seorang mukmin, Rosulullah r telah bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عَضُوٌّ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam kasih sayang dan kelemah lembutan mereka bagaikan satu tubuh, apabila ada salah satu anggota tubuh yang menderita kesakitan, maka anggota tubuh yang lainpun akan gelisah sehingga tidak bisa tidur dan panas dingin.” (HR. Muslim)
Menanamkan kasih sayang di tengah-tengah kaum muslimin adalah salah satu tujuan utama dalam menegakkan agama Allah. Dari Abu Huraeroh t, Rosulullah r bersabda:
لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلامَ بَيْنَكُمْ
“Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak dikatakan beriman sehingga kalian saling mencintai. Lalu apakah ingin aku tunjukkan kalian kepada suatu amalan yang apabila kalian lakukan, maka sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim)
Oleh sebab itu – wahai kaum muslimin – marilah kita berusaha untuk Salamatush Shadr atau melapangkan dada kita bagi saudara kita, karena hal itu dapat mendatangkan kenikmatan di dunia dan keridhaan Allah di Akhirat. Allah berfirman tentang Nabi Ibrahim:
وَلا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ إِلاَّ مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ [الشعراء:87-89]
“Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari kebangkitan. (yaitu) pada hari yang tidak akan bermanfaat di dalamnya harta dan tidak pula anak-anak, kecuali barang siapa yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’aro 87-89)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ قَالَ كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ صَدُوقِ اللِّسَانِ قَالُوا صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالَ هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ لَا إِثْمَ فِيهِ وَلَا بَغْيَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ
Dan dari Abdullah bin Amr t, beliau berkata: dikatakan kepada Rosulullah r: “Wahai Rosulullah, siapakan manusia yang paling afdhal ?” beliau menjawab: “Setiap orang yang bening hatinya dan jujur lisannya.” Para sahabat bertanya: “Orang yang jujur, telah kami ketahui, lalu siapakah orang yang bening hati itu ?” beliau menjawab: “Dia adalah orang yang bertaqwa yang bersih (hatinya), tidak ada dosa di dalamnya, tidak ada kelacutan, tidak ada kedengkian dan tidak ada hasad.” (HR. Ibnu Majah dan Al Baihaqi dengan sanad yang shahih).
Demikianlah khutbah pertama yang saya sampaikan, semoga bermanfaat;
أقول ما تسمعون، وأستغفر الله لي ولكم من كل ذنب، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.

KHUTBAH KEDUA

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، الله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد.
الحمد لله الذي يخلق ما يشاء ويختار، أحمده سبحانه الواحد العزيز الغفار، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن نبينا محمداً عبده ورسوله إمام المتقين وقدوة الأبرار، اللهم صل وسلم على عبدك ورسولك سيدنا ونبينا محمد، وعلى آله وصحبه، صلاة دائمة ما تعاقب الليل والنهار.
أما بعد:
Hamba-hamba Allah yang berbahagia……
Bertaqwalah kepada Allah, dan jadikanlah hari ‘Iedul Adha ini sebagai musim kebaikan. Ketahuilah bahwa sebaik-baik bentuk ibadah dan pendekatan seorang hamba kepada Robbnya pada hari ini adalah menumpahkan darah binatang Qurban sebagai bentuk upaya untuk menghidupkan sunnah leluhur kita Khalilur Rohman Ibrahim u yang telah diuji oleh Allah untuk menyembelih anaknya tercinta, agar beliau menyerahkan hatinya dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Y. Maka beliaupun segera melakukannya dengan tanpa ragu dan berat hati. Beliau berkata:
يابُنَىَّ إِنّى أَرَى فِى الْمَنَامِ أَنّى أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ ياأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤمَرُ سَتَجِدُنِى إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ [الصافات:102]
“Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash Shafaat 102)
Maka tatkala sang Ayah melaksanakan perintah Allah dan sang anak tunduk kepadanya, turunlah rahmat Allah kepada mereka:
وَنَادَيْنَاهُ أَن ياإِبْراهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِينَ إِنَّ هَاذَا لَهُوَ الْبَلاَء الْمُبِينُ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ [الصافات:104-107].
Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami iasr balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash Shafaat 104-107)
Maka Rosulullah r pun menghidupkan dan mengagungkan sunnah ini, sehingga beliau berqurban pada waktu haji wada’ dengan 100 ekor unta dan menyembelih 2 ekor domba putih indah yang bertanduk di Madinah.
Oleh sebab itu, marilah kita berlomba-lomba untuk mengikuti sunnah nabi kita r, dan hindarilah sifat kikir, karena sesungguhnya yang telah menghancurkan orang-orang sebelum kita adalah sifat kikir. Mayoritas para ulama rahimahullah berpendapat bahwa berqurban hukumnya sunnah, dan bahkan sebagian yang lain menyatakan bahwa hukumnya adalah wajib tatkala Allah memberikan kelapangan rizki bagi kita sekalian.
Binatang Qurban yang paling afdhal adalah binatang qurban yang paling berkualitas, yang paling gemuk dan paling mahal harganya.
Diperbolehkan bagi seorang muslim untuk menyembelih seekor kambing untuk mewakili dirinya dan keluarganya, seekor unta senilai dengan 7 ekor kambing dan demikian pula sapi.
Usia Kambing yang ias disembelih untuk berkurban adalah kambing yang telah berusia minimal 1 tahun, unta berusia minimal 5 tahun dan sapi berusia minimal 2 tahun. Tidak sah menyembelih binatang qurban yang buta atau jelas kecacatan matanya, tidak pula binatang qurban yang jelas kepincangannya, tidak pula yang berpenyakit parah, tidak pula yang kurus kering dan tidak sah pula binatang qurban yang patah kebanyakan telinganya atau tanduknya.
Sembelihlah binatang qurban dengan menyabut nama Allah, bacalah do’a ketika menyembelihnya dengan mengatakan:
بِسْمِ اللهِ، اللهُ أَكْبَرُ، الَّلهُمَّ إِنَ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ
“Dengan menyebut nama Allah, Allah maha besar, Ya Allah sesungguhnya ini dariMu dan untukMu.”
الله أكبر، الله أكبر، لا إلهَ إلاّ الله، والله أَكبر، الله أَكبر، ولله الحَمد.
Hamba-hamba Allah yang berbahagia……
Bagian dari sunnah, membagi daging qurban menjadi 3 bagian; 1/3 untuk dikonsumsi keluarga yang berqurban, 1/3 untuk dihadiahkan dan 1/3 untuk dishadaqohkan, sebagaimana hal itu diriwayatkan dari Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Mas’ud t.
Waktu penyembelihan qurban diawali sejak usainya pelaksanaan shalat Ied dan berakhir di penghujung hari Tasyriq. Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam shahihnya dari hadits Al Baro’ bin ‘Azib t bahwa Rosulullah r bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ فَمَنْ فَعَلَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا  وَمَنْ نَحَرَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنْ النُّسْكِ فِي شَيْءٍ
“Sesungguhnya yang pertama kali kami lakukan pada hari ini adalah melaksanakan shalat, kemudian kembali lalu menyembelih. Maka barang siapa yang melakukan seperti itu, sungguh ia telah melaksanakan sunnah kami. Dan barang siapa yang menyembelih sebelum itu, maka sungguh itu hanyalah daging yang ia berikan bagi keluarganya dan tidak bernilai ibadah qurban sedikitpun juga.” (HR. Bukhari)
Maka bertaqwalah kepada Allah, terapkanlah sunnah nabi, maka niscaya kita akan mendapatkan keridhaan dari Allah Y.
Kemudian haturkanlah shalawat dan taslim kepada penutup para nabi dan rosul, karena Allah telah memerintahkan kita sekalian dalam firmanNya:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِىّ ياأَيُّهَا الَّذِينَ ءامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيْهِ وَسَلّمُواْ تَسْلِيماً [الأحزاب:56].
اللهم صل وسلم على عبدك ورسولك سيدنا ونبينا محمد، وارض اللهم عن خلفائه الأربعة أبي بكر وعمر وعثمان وعلي…
ICM, 9 Dzul Hijjah 1429 H
Khatib
Zezen Zaenal Mursalin, Lc

0 komentar: